Selasa, 07 Desember 2010

ASKEP KLIEN DENGAN INTIMACY DAN SEKSUALITY (ERRI ALRIANTO)

PENDAHULUAN
Seksualitas pada usia lanjut selalu mendatangkan pandangan yang bias.bahkan pada penelitian di negara barat , pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas 65 tahun. Penelitian Master-johnson juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia antara 50-70 tahun, sedangkan penilitian hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita berusia diatas 70 tahun (alexander and allison, 1995). Bias penelitian seksualitas pada lansia biasanya juga meliputi aspek sosio-ekonomi (biasanya hanya diteliti mereka yang bertaraf sosio-ekonomi agak tinggi ), penelitian hanya dilakukan pada mereka yang menikah dan kebanyakan meniliti sampel ras kaukasian.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukan bahwa :
  • Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
  • Aktivitaas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan pengalamn seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
  • Mengingat bahwa kemunkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang wanita lansia yang di tinggal mati suaminya akan sulit menemukan pasangan hidup,

PERUBAHAN FISIOLOGIS AKIBAT PROSES MENUA
Pada dasarnya perubahan fisiologik yang terjadi pada aktivitas seksual pada lansia biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukan status dasar dari aspek vaskuler, hormonal dan neurologiknya (Alexander and allison, 1989). Untuk suatu pasangan suami-isteri, bila semasa usia dewasa dan pertengahan aktivitas seksual mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan mereka akan mendapatkan masalah dalam hubungan seksualnya.
Kaplan membagi siklus tanggapan seksual dalam beberapa tahap, yaitu fase desire (hasrat) dimana organ targetnya adalah otak. Fase ke-2 atau fase arousal (pembangkitan/penggairahan) dengan organ targetnya adalah sistem vaskuler dan fase ke-3 atau fase orgasmic dengan organ target medulla spinalis dan otot dasar perineum yang berkontraksi selama orgasme. Fase berikutnya yaitu fase pasca orgasmic merupakan fase relaksasi dari semua organ target tersebut.
Perubahan fisiologik dari aktivitas seksual yang diakibatkan oleh proses menua ditinjau dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan, yaitu :
  1. Fase tanggapan seksual Pada Wanita Lansia Pada Pria Lansia
  2. Fase desire(hasrat) Terutama dipengaruhi oleh penyakit baik dari dirinya sendiri atau pasangan, mungkin menurun dengan makin lanjutnya usia, tetapi hal ini bisa bervariasi. Hasrat sangat dipengaruhi oleh penyakit, mulai usia umur 55 tahun testoteron menurun yang akan mempengaruhi libido.
  3. Fase arousal (gairah) Pembesaran payudara berkurang, lubrikasi vagina menurun, otot-otot yang menegang pada fase ini menurun. Membutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi, ereksi kurang begitu kuat.
  4. Fase orgasmic (fase muscular) Kemampuan untuk mendapatkan orgasme multiple berkurang dengan makin lanjutnya usia. Kemampuan mengontrol ejakulasi membaik, kekuatan kontraksi otot dirasakan berkurang/menurun.
  5. Fase pasca orgasmik Mungkin terdapat periode refrakter, dimana pembangkitan gairah secara segera lebih sukar. Periode refrakter memanjang secara fisiologis, dimana ereksi dan orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.


AKTIVITAS SEKSUAL PADA LANSIA
Hasil penelitian menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen gangguan seksual di sebabkan oleh faktor psikologis (psikoseksual).walaupun pengaruh psikologi cukup besar,ternyata pengaryh faktor fisik semakin tinggi pada lansia.Semakin tua usia seseorang,penyebab fisik dapat lebih besar daripada penyebab psikologis.

PENGARUH UMUM PENUAAAN FUNGSI SEKSUAL PRIA
Secara umum,pengaruh penuaan fungsi seksual pada pria meluputi hal hal berikut :
  1. Terjadi penurunan sirkulasi tertosteron,tetapi jarang menyebabkan gangguan fungsi seksual pada lansia yang sehat.
  2. Ereksi penis memerlukan waktu lebih lama dan mungkin tidak sekeras yang sebelumnya.perangsangan langsung pada penis sering kali di perlukan.
  3. Ukuran testis tidak bertambah,elevasinya lambat,dan cenderung turun.
  4. Kelenjar penis tampak menurun
  5. Kontrol ejakulasi meningkat.ejakulasi mungkin terjadi setiap 3 episode seksual.penurunan fungsi ejakulasi sulit untuk di sembuhkan.
  6. Dorongan seksual jarang terjadi pada pria di atas 50 th.
  7. Tingkat organsme menurun atau hilang.
  8. Kekuatan ejakulasi menurun sehingga organisme kurang semangat.
  9. Ejakulasi selama organisme terdiri dari satu atau dua kontraksi pengeluaran,sedangkan pada orang yang lebih muda dapat terjadi empat kontraksi besar dan di ikuti kontraksi kecil sampai beberapa detik.
  10. Ejakulame si di keluarkan tanpa kekuatan penuh dan mengandung sedikit sel sperma.Meskipun tingkat kesuburan menurun,tidak berarti lansia menjadi mandul.
  11. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa.frekuensi kontraksi sfingter ani selama organsme menurun.
  12. Setelah ejakulasi,penurunan ereksi dan testis lebih cepat terjadi.
  13. Kemampuan ereksi setelah ejakulasi semakin panjang,pada umumnya dua belas sampai empat puluh delapan jam setelah ejakulasi.Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
  14. Pada klimaksnya,hubungan seksual masih memberikan kepuasan yang kuat.

PENGARUH UMUM PENUAAN FUNGSI SEKSUAL WANITA
Secara umum pengaruh penuaan fungsi seksual wanita sering dihubungkan dengan penurunan hormon, seperti berikut ini :
  1. Lubrikasi vagina memerlukan waktu lebih lama.
  2. Pengembanagan dinding vagina berkurang pada panjang dan lebarnya.
  3. Dinding vagina menjadi lebih tipis dan mudah teriritasi.
  4. Selama hubungan seksual dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan uretra.
  5. Sekresi vagina berkurang keasamannya, meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
  6. Penurunan elevasi uretra
  7. Atrofi labia mayora dan ukuran klitoris menurun.
  8. Fase organsme lebih pendek.
  9. Fase resolusi muncul lebih cepat
  10. Kemampuan multipel organsme masih baik.
Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidakmampuan spesifik, terapi dorongan seksual,ekspresi cinta,dan perhatian tidak seksual diasumsikan dengan sakit,lebih baik perhatian difokuskan pada sesuatu yang mungkin dilakukan. Pengaruh psikososial dari ketidakmampuan pada umumnya mempunyai pengaruh yang lebih negatif pada fungsi seksual daripada gangguan fisik akibat ketidakmampuan itu sendiri. Mengambangkan kepercayaaan diri dan membentuk ekspresi seksual yang baru dapat banayak membantu pada lansia yang mengalami ketidakmampuan seksual.
Artritis dengan deformitas pada sendi,memungkinkan terjadinya kontraktur dan nyeri, kanker dengan nyeri dan komplikasi operasi,kemoterapi dan radiasi, gangguan neuromuskular yang menyebabkan lansia merasa kurang menarik dan mempunyai daya tarik seksual.Perasaaan negatif ini menghambat pengembangan emosi dan fisik.beberapa penyakit.dihubungkan dengan penurunan daya tahan atau nyeri dapat menyebabkan ketakutan dan menghalangi dorongan aktifitas seksual.Ketakutan dan persepsi negatif ini harus diatasi sehingga lansia dapat menikmati kehidupan/hubungan seksualnya.
Pada beberapa lansia,kunci untuk mempertahankan kemampuan seksual secara penuh adalah kemampuan untuk mengubah pola lama ke pola baru dengan baik,Hubungan seksual tradisiaonal,artinya posisi laki-laki di atas mungkin sangat memuaskan orang pada saaat masih muda.Akan tetapi,penelitian terakhir menunujukkan bahwa variasi posisi ternyata lebih memuaskan atau minimal dapat dinikmati.

SIKAP DAN POSISI HUBUNGAN SEKSUAL
Sikap dan posisi hubungan seksual yang dapat meningakatkan partisipasi seksual pada lansia adalah sebagai berikut :
  1. Memahami perubahan normal yang berhubungan dengan lansia.
  2. Meningkatkan komunikasi pada masalah non-seksual sama baiknya dengan komunikasi seksual.
  3. Menikmati setiap kejadian.Jangan terburu-buru,kurangi ketakutan.
  4. Menggunakan posisi seperti miring atau duduk yang tidak terlalu banyak menumpu dalam kontraksi otot lengan secara Isometrik.
  5. Gunakan posisi yang tidak menekan sendi,tengkurap yang menimbulkan nyeri atau strain otot.
  6. Gunakan latihan kegel untuk meningkatkan tonus otot dan kontraksi vagina selama aktifitS seksual.Pria dan wanita dapat memperoleh keuntungan dari latihan kegel karna ini dapat meningkatkan kekuatan kontraksi otot sfingter uretra dan sfingter ani.Ltihan kegel harus dilakukan beberapa kali sehari dengan mengontraksikan otot pubokoksigeus dua puluh sampai tiga puluh kali.
  7. Lakukan stimulasi oral-genital.
  8. Stimulasi oragan genital secara manual.
  9. Gunakan vibrator sendiri atau dengan pasangan.
  10. Lakukan masturbasi sendiri atau dengan pasanagan.
  11. Konsultasi dengan dokter apabila ada masalah impotensi.
  12. Gunakan teknik stuffing,yaitu masukkan penis kevagina sebelum ereksi penuh tercapai.Penis biasanya akan menjadi lebih keras/tegang sebagai hasil stimulasi di dalam vagina.
  13. Coba nikmati sentuhan dan massage.Gunakan krim atau minyak agar lebih menyenangkan.Saling memberikan perhatian dalam hubungan seksual dapat memberikan kenikmatan pada lansia pria maupun wanita dan dapat mengurangi ketakutan pada pria.
  14. Gunakan pelumas seperti K-Jelly selama hubungan seksual atau masturbasi.
  15. Lakukan pelukan,ciuman,usapan,rayuan dan canda.
  16. Lakukan gaya hidup yang sehat,yaitu cukup istirahat,olahraga secukupnya,jangan merokok,setta jangan makan atau minum yang berlebihan.
  17. Ciptakan suasanan yg romantis.
  18. Perhatikan kebersihan diri dan penampilan diri agar pasangan tertarik.

Hambatan aktivitas seksual pada usia lanjut
Pada usia lanjut, terdapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal, yang terutama berasal dari subyek lansianya sendiri.
Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh para lansia. Masyarakat biasanya masih bisa menerima seorang duda lansia kaya yang menikah lagi dengan wanita yang lebih muda atau mempunyai anak setelah usianya agak lanjut, tetapi hal sebaliknya seorang janda kaya yang menikah dengan pria yang lebih muda seringkali mendapat cibiran masyarakat. Hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi seringkali juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan. Kenangan pada ayah/ibu yang telah meninggal atau ketakutan dan berkurangnya warisan merupakan latar belakang penolakan. Di negara barat hal ini masih terjadi, akan tetapi pengaruhnya di negara timur akan lebih terasa mengingat kedekatan hubungan orang tua dengan anak-anak (Hadi-Martono).
Pada lansia yang berada di institusi, misalnya dip anti wredha, hambatan terutama adalah karena peraturan dan ketiadaan privasi di institusi tersebut.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa menarik lawan jenisnya. Pandangan social dan keagamaan tentang seksualitas di lansia(baik pada mereka yang masih mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada mereka yang sudah menjada/menduda ) menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuaan fisik, yang dikenal sebagai impotensia.
Obat-obatan yang sering diberikan pada penderita lansia dengan patologi multiple juga sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut.
Impotensia pada usia lanjut
Secara umum impotensia merupakan istilah yang berarti “tidak mampu (melakukan aktivitas seksual)”, dan dapat dibedakan sebagai impotensia coendi (ketidak mampuan untuk melakukan hubungan seksual), Impotensia erigendi (tak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi (tak mampu menghasilkan keturunan ). Dalam banyak hal istialah tersebut memang banyak mengenai pria, karena memang aktivitas seksual terutama menyangkut kemampuan penis untuk berpenetrasi ke dalam vagina. (Hadi-Martono, 1996). Khusus menyangkut impotensia erigendi, akhir-akhir ini diperkenalkan dengan nama disfungsi ereksi.
Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidak mampuan secara konsisten untuk mencapai dan/atau mempertahankan ereksi sedemikian hingga mencapai aktivitas seksual yang memuaskan (Vinik, 1998). Definisi ini memberi arti bahwa keadaan ini bukan suatu masalah yang hanya kadang-kadang terjadi, akan tetapi suatu keadaan yang terjadi berurangkali dalam suatu periode waktu tertentu.
Rangsangan untuk timbulnya ereksi (dan akhirnya ejakulasi) bisa bermula dari rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan) dan rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus, limbik maupun talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan di teruskan ke susunan saraf otonom (para simpatis) yang akan menyebabkan vasodilatasi korpus kavemosa penis. Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi. Di samping pengaruh hormonal, vasodilatasi memerluakan oksida nitrat (NO) sebagai transmitter saraf yang menyebabkan pelepasan GMP siklik yang mengakibatkan dilatasi korpus kavemosa penis. Dari gambaran tersebut di atas dapat dilihat bahwa proses ereksi menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vaskuler, hormonal tetapi juga psikoklogik dan kimiawi yang berpengaruh pada ke-3 aspek ereksi. (leslie, 1987, Harmon and Tsitaurus, 1980).
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian sebagai berkut :
  1. DE organik, sebagai akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler. DE endokrinologik biasanya disebabkan oleh gangguan testikuler baik primer maupun sekunder. DE vaskuler bisa terjadi pada penyakit leriche yaitu suatu obstruksi di pangkal bifurkasio a.iliaka di daerah abdominalis yang mengakibatkan klaudikasio dan DE.
  2. DE psikologik atau psikogenik, sebelumnya selalu dikataka sebagai penyebab terbesar DE yang pada penelitian terakhir ternyata tidak benar. Karena pada usia lanjut justru terjadi gangguan organik, walaupun factor psikogenik juga berperan.

Penatalaksanaan masalah seksual pada usia lanjut
Penatalaksanaan penderita lansia dengan masalah seksual pada dasarnya tidak berbeda dengan penderita usia muda. Yang berbeda adalah bahwa ketelitian dan kehati-hatian baik dalam diagnosis maupun pemberian terapi harus lebih ditekankan karena sangat berpengaruh pada keadaan umum penderita.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnesis harus rinci meliputi awitan, jenis maupun intesitas gangguan yang dirasakan. Juga anamnesis tentang gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan.
Terapi yang diberikan tentu saja tergantung dari diagnosis penyakit/gangguan yang mendasari keluhan. Pada keadaan disfungsi ereksi, terapi yang diberikan dapat berupa :
a. Terapi psikologik
b. Medikamentosa (hormonal atau injeksi intra-korporeal)
c. Pengobatan dengan alat vakum
d. Pembedahan



ASKEP KLIEN DENGAN INTIMACY DAN SEKSUALITY

Penerapan proses keperawatan meliputi pengkajian menyeluruh,perencanaan yang cermat, stategi implementasi yan tepat dan evaluasi berkesinambungan terhadap klien.

1. PENGKAJIAN
Menurut Pasquali,Arnold dan De Basio (1989) dan Craven dan Hirnle (1996).penggunaan diri secara terapeutik sangat penting dalam menciptakan lingkungan dimana kesehatan seksual di persepsikan sebagai bagian integral dari riwayat menyeluruh klien. Ketepatan pengumpulan data tergantung pada kemampuan perawat untuk menciptakan lingkungn yang menunjang suasana wawancara. Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan seksual
  1. Menggunakan pendekatan yang tepat jujur berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksualitas.
  2. Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien.
  3. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru.
  4. Menggunakan pertayaan yang terbuka, umum, dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan,persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas.
  5. Jangan mendesak klien.
  6. Mengkaji masalah seksual :
  • Fantasi : mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan seksual.
  • Denial : mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual.
  • Rasionalisasi : mungkin digunkan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang mitif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
  • Menarik Diri : mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalens terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan primer menurut Nourth American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) yang ditulis oleh Stuart dan Sunden (1995) adalah “perubahan pola seksualitas termasuk tidak mengalami kepuasaan seksualitas yang melibatkan konflik antara peran seks dan nilai,disfungsi seksual meliputi keterbatasan fisik”.
Contoh diagnosa keperawatan terkait aspek seksual dalam asuhan keperawatan, yaitu :
  1. Perubahan pola seksualitas yang berhubungan dengan rasa malu setelah masektomi, ditandai oleh tidak adanya keinginan seksual.
  2. Perubahan seksualitas yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencapai organsme ditandai oleh tidak adanya kepuasaan seksual.
  3. Peubahan seksualitas yang berhubungan denagn konflik perkawinan, ditandai oleh tidak timbul gairah pada saat pemanasan sebelum berhubungan intim.
  4. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan minum alcohol yang berlebihan, ditandai oleh ketidakmampuan untuk mempertahankan ereksi.
  5. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan rasa takut terhadap penetrasi, ditandai rasa sakit ketika berhubungan intim.

3. PERENCANAAN
Isi Kegiatan Instruksional Evaluasi
  1. Menguraikan berbagai respons seksual manusia 
  • Kegiatan Instruksional
          Membahas dorongan teknik dan cara ekspresi seksual 
  • Evaluasi
          Pasien mengidentifikasikan pilihan dan tingkat fungsi seksual
    2. Menguraikan masalah primer pasien 
  • Kegiatan Instruksional
          Memberikan informasi yang tepat tentang gangguan yang disebabkan oleh kelemahan organik
  • Evaluasi
          Pasien mengerti tentang sifat penyakit organic
   3. Mengidentifikasikan hubungan antar masalah organic pasien dengan tingkat fungsi seksual 
  • Kegiatan Instruksional
         Menyusun kembali distorsi atau keracunan persepsi persepsi mengenai dampak penyakit terhadap fungsi seksual 
  •  Evaluasi
           Pasien dengan tepat menguraikan dampak penyakit terhadap fungsi seksual 
  4. Mengidentifikasikan cara untuk meningkatkan fungsi seksual pasien dan meningkatkan komunikasi interpersonal
  • Kegiatan Instruksional
         Menguraikan pengalaman tambahan yang meninghkatykan kepuasan seksual dan hubungan antara pasien dan pasangannya 
  • Evaluasi
         Pasien dan pasangannya melaporkan ansietas yang menurun dan meningkatnya kepuasan respons seksual

    4. IMPLEMENTASI
    Prinsip Rasional Tindakan
    Mengetahui parasaan seksual anda sendiri Perawat perlu untuk mengetahui perasan seksualnya terhadap pasien. Ingat bahwa perasaan tidak dapat ditentukan sebagai benar atau salah,tetapi prilaku dapat dievaluasi sebagai terapeutik atau tidak terapeutik terhadap klien
    • Terbuka terhadap perasaan anda sendiri
    • Terima perasaan anda sendiri
    • Gali penyebab perasaan
    • Memeriksa perilaku anda terhadap klien Jika bekerja dengan meningkatkan kesadaran terhadap perasaan dan pikiran, perawat dapat mengubah perilaku yang tidak terapeutik kearah yang lebih terapeutik secara efektif
    • Jaga hubungan yang berfokus pada klien
    • Jangan terlibat secara berlebihan denganmasalah klien (dapat mempengaruhi keputusan klinik)
    • Jangan memberikan informasi pribadi diri anda dengan klien
    • Jangan membahas perasaan tertarik seksual dengan klien
    • Konsultasi setelah perawat menyadari perasaannya dan memberikan perilakunya, konsultasi pada perawat yang lebih berpengalaman mungkin berguna untuk mengatasi masalah dengan tepat dan merasa lebih mampu dalam pendekatannya dengan klien • Percayakan rahasianya terhadap perawat,sejawat atau atasan yang berpengalaman
    • Minta bantuan untuk menggali isyu tersebut agar dapat meningkatkan kesadaran tentng factor yang mempengaruhi perasaan anda

    Contoh Kasus
    Kasus 1 : Masalah seksualitas karena kematian istri
    Data Pendukung : Laki-laki, berusia 51 th, istri meninggal 2 th lalu, menyatakan bahwa ia mempunyai keinginan untuk menikah lagi, karena sulit menahan seksualnya. Mengatakan bahwa jika ia aktif secara seksual “tidak adil terhadap istrinya yang meninggal.”. aktif dalam kelompok politik yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Tertarik pada seorang wanita yang menjadi teman kelompoknya.
    Tujuan jangka panjang : Menikah dan mencapai hubungan seksual yang memuaskan
    Tujuan jangka pendek :
    1. Menghadiri pertemuan dengan konselor .
    2. Membuat pernyataan yang menunjukkan penerrimaan bahwa dirinya menarik dan mampu menjalin hubungan baru
    3. Menyatakan bahwa menjalin hubungan baru tidak berarti bahwa dirinya tidak mencintai lagi isterinya yang telah meninggal.
    Tindakan Keperawatan
    1. Meluangkan waktu bersama pasien untuk menggali perasaan yang sedang disepakatinya
    Rasional
    Meluangkan waktu untuk pasien menunjukkan bahwa perawat memperhatikan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan berduka yang mempengaruhi kehidupan seksualnya
    2. Menunjukkan minat terhadap keterlibatannya terhadap kelompok dan pada teman barunya
    Rasional
    Menunjukkan rasa tertarik terhadap teman barunya kan mendukung peran serta klien dan perasaan menerima
    3. Menggali kemungkinan untuk merujuk klien pada konselor untuk membantu mengatasi rasa berkabung dan konflik seksual
    Rasional
    Mencarikan sumber untuk mengatasi rasa berkabung dan memberikan informasi kepada klien memungkinkannya menerima dukungan yang diperlukan
    5. Selalu siap membantu klien
    Rasional
    Selalu menunjukkan siap membantu klien akan memungkinkan suatu komunikasi yang terbukan sehingga klien merasa bebas untuk mengekspresikan perasaan ansietas dan berduka karena kehilangan







    DAFTAR PUSTAKA
    Carpenito-moyet, Lynda juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10
    EGC ; Jakarta
    Pudjiastuti, Sri surini. 2003, fisioterapi pada lansia, EGC.jakarta :122
    Pranaka, Kris. 2010, Buku ajar boedi-darmojo geriatri ilmu kesehatan usia lanjut. Balai
    penerbit FKUI, Jakarta : 686